Sering Dibahas Capres, Emang Bisa RI Jadi Negara Maju?

Jakarta, CNBC Indonesia – Para calon presiden dan wakil presiden mendatang memiliki beban berat untuk membuat Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Target yang sebetulnya diragukan banyak pihak.

Ekonom senior yang juga merupakan Ketua Tim Asistensi Menko Perekonomian, Raden Pardede mengatakan, tanggung jawab ini harus mereka emban karena batas Indonesia harus bisa keluar dari middle income trap adalah pada 2035-2040. Batas itu didasari atas median usia produktif masyarakat Indonesia yang puncaknya berakhir pada periode tersebut.

“Saya melihat bahwa batas kita keluar dari middle income trap kita itu antara 2035-2040, itu sebabnya kalau Pak Presiden (Joko Widodo) sering katakan bahwa memang the next two term president, yaitu sampai 2034,” kata Raden dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Senin (18/12/2023).

Sampai pada periode itu, Raden berujar, pemerintahan mendatang harus bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi sambil menjaga stabilitas makro ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tak lagi bisa terus menerus stagnan di level 5% seperti delapan kuartal terakhir, karena menandakan aktivitas ekonomi mandek.

“Bertumbuh sekitar 5-6% dan ada stabilitas makro bisa dipertahankan itu tanpa terjadi interuption, jadi tidak pernah terjadi penurunan, artinya 5-6% rata-rata itu mereka inilah, pemimpin inilah, pembuat kebijakan inilah yang bisa membawa kita keluar dari middle income trap tadi,” ujar Raden.

Saat ini, Raden menekankan, peluang besar Indonesia bisa terlepas dari middle income trap masih sangat besar, ditandai dengan struktur demografi masih relatif muda dengan median usia di kisaran 31 tahun, namun bila median usia penduduk di kisaran 40 tahun ke atas maka Indonesia akan terjebak di status negara middle income, dan status negara maju hanya menjadi mimpi belaka.

“Karena batas 2035-2040 adalah batas kita harus keluar dari middle income trap, begitu lewat dari batas itu maka partisipasi dari para pekerja kita akan jauh menurun secara terus menerus sehingga produktivitas menjadi berkurang, sesudah kita mulai menua. Jadi memang tidak panjang lagi,” tuturnya.

Oleh sebab itu, ia menekankan, ke depan kebijakan ekonomi yang ditempuh tak boleh membuat laju pertumbuhan di bawah 5%, dengan cara wajib menjaga inflasi di bawah 3% untuk menekan biaya hidup, defisit transaksi berjalan di bawah 3% dengan melepas ketergantungan investasi portofolio, serta defisit APBN harus terjaga rendah dengan tingkat utang yang aman.

Selain itu, efisiensi birokrasi menjadi penting untuk menekan biaya investasi, serta mendorong produktivitas dengan cara penguasaan teknologi tinggi di tiap-tiap sumber daya manusianya.

“Sebetulnya pertumbuhan 5% satu modal yang baik bagi kita, tinggal didongkrak dengan kita melakukan efisiensi dan perbaikan alokasi modal, investasi, mungkin 1% tambahan itu kita bisa peroleh. Artinya untuk mencapai 6% minimal sampai 10 tahun ke depan itu bisa,” tegas Raden.

Dalam kuliah umum di Australia National University, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan perekonomian Indonesia memang harus tumbuh di kisaran 6% hingga 7% agar dapat mencapai target menjadi high income country pada tahun 2045.

Namun demikian, mantan pejabat Bank Dunia ini mengungkapkan banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai target tersebut, mulai dari terjadinya krisis keuangan global, inflasi tinggi, geopolitik, hingga perubahan iklim. Selain itu, yang paling krusial, pertumbuhan ekonomi 6-7% harus diikuti oleh defisit fiskal yang terjaga rendah.

“Jadi untuk mencapai pertumbuhan 6% hingga 7% ini tentunya memerlukan kombinasi kebijakan fiskal, tidak boleh hanya berasal dari sumber daya pemerintah. Indonesia tidak bisa memiliki pertumbuhan yang tinggi tapi dengan defisit yang juga tinggi. Ini tidak akan berkelanjutan. Mungkin baik-baik saja dalam jangka pendek, namun tidak baik dalam jangka menengah,” ujar Sri Mulyani dalam kuliah umum di Australia National University, dikutip Kamis (14/12/2023).

Selain itu, untuk mencapai cita-cita menjadi high income country, Sri Mulyani juga menekankan pentingnya melaksanakan reformasi struktural karena dapat meningkatkan daya saing di tingkat dunia.

“Reformasi struktural memang perlu kerja keras. Peningkatan pertumbuhan sebesar 1 hingga 2 persen benar-benar diperlukan dalam reformasi struktural,” tegas Sri Mulyani.

Pasangan capres dan cawapres 2024 memang juga telah menebar janji untuk memperjuangkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 6-7% jika kelak memenangi Pilpres 2024. Pertumbuhan ekonomi tinggi ini diharapkan bisa membebaskan Indonesia dari jerat negara pendapatan menengah atau middle income trap.

Dari penelusuran CNBC Indonesia, seperti Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di level 5,5%-6,5%, lalu Ganjar Pranowo-Mahfud MD menyatakan janji pertumbuhan ekonomi 7%. Sementara itu, pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka mencantumkan dalam dokumen visi misinya di kisaran 6-7%, guna mencapai target Indonesia Emas 2045. https://sebelumnyaada.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*