
Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena masyarakat Indonesia menggunakan tabungannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari masih berlanjut hingga akhir 2023. Survei Konsumen Bank Indonesia terbaru menunjukkan fenomena yang dikenal dengan istilah ‘makan tabungan’ ini masih terjadi hingga bulan November 2023.
Survei tersebut menunjukkan proporsi pendapatan konsumen yang disimpan atau saving to income ratio masyarakat Indonesia merosot dari 15,7% pada Oktober menjadi 15,4% pada November. Sebaliknya, proporsi pendapatan konsumen untuk membayar cicilan atau utang alias debt to income ratio naik.
Tercatat pada bulan Oktober, jumlah gaji orang Indonesia yang dipakai untuk membayar cicilan hanya 8,8%. Alih-alih turun, angka itu justru meningkat menjadi 9,3% pada November 2023.
“Pada November 2023, rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi, pembayaran cicilan dan yang disimpan relatif stabil,” tulis BI dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (18/12/2023).
Survei juga menunjukkan bahwa golongan orang miskin menjadi yang paling terdampak sehingga harus menggunakan tabungannya buat bertahan hidup. Dalam survei BI tercatat, kemampuan menabung kelompok masyarakat dengan pengeluaran Rp 1-2 juta per bulan turun dari 16,1% menjadi 15,8%.
Kondisi serupa ternyata juga dialami golongan masyarakat mampu. Sebab, masyarakat dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta per bulan juga mengalami penyusutan kemampuan menabung dari 18% menjadi hanya 16,3%. Sementara, kelompok masyarakat dengan pengeluaran bulanan Rp 2,1 juta hingga Rp 5 juta tercatat mengalami peningkatan dalam hal menabung.
Meski fenomena makan tabungan ini tetap terjadi, namun BI sebenarnya juga mencatat bahwa proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi atau average propensity to consume ratio mengalami penurunan dari 75,6% pada Oktober menjadi 75,3% pada November. Itu artinya jumlah gaji yang dipakai orang Indonesia untuk belanja sebenarnya berkurang.
Penurunan rasio pendapatan untuk konsumsi ini terjadi hampir di semua kelompok pengeluaran. Namun, masyarakat dengan pengeluaran per bulan lebih dari Rp 5 juta, justru menjadi golongan masyarakat yang tingkat konsumsinya meningkat dari 68,4% menjadi 72,6% di bulan November.
“Rata-rata porsi konsumsi terhadap pendapatan terpantau menurun untuk semua tingkat pengeluaran, kecuali responden dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta per bulan,” tulis BI.
Ekonom senior Indonesia, Chatib Basri, mengungkapkan kaitan fenomena makan tabungan dan inflasi. Menurutnya, melemahnya tekanan inflasi di Indonesia memang sebagian besar berkat kemampuan Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang berhasil mengendalikan pasokan dan harga.
“Mesti diakui kebijakan BI kontrol core inflation berhasil, kemudian kemampuan pemerintah menjaga stabiltasi pangan juga berhasil, kemudian TPIP-TPID itu juga untuk administered price supaya transport enggak naik saat BBM naik, itu berhasil,” kata Chatib Basri kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (4/12/2023).
Namun patut diketahui bahwa upaya menekan inflasi ke level berimbas pada daya beli. Tergambar dari landainya tingkat belanja masyarakat, bahkan saat periode menjelang Lebaran atau Idul Fitri 2023, sebagaimana data yang tercatat dalam Mandiri Spending Index (MSI) April 2023.
Indeks nilai belanja masyarakat pada awal April tercatat 136,4 sementara frekuensi orang berbelanja sebesar 160,5. Nilai belanja ini hanya naik 4,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sedangkan pada akhir 2021 tumbuhnya 19%. Padahal, mobilitas masyarakat sudah jauh lebih longgar ketimbang saat pandemi.
“Jadi kita harus fair juga BI berhasil dari situ, pemerintah tangani inflasi berhasil, tapi kita akan berhadapan dengan purchasing power mulai melemah terutama di kuartal II, III, dan IV, makanya saya bilang growth kita akan slowdown, kita gak mungkin setinggi 5% lagi,” tegas Chatib Basri. https://gondrongjabrik.com/