Jakarta, CNBC Indonesia – Harga komoditas batu bara acuan terpantau ambruk sepanjang pekan ini, di tengah perkiraan konsumsi batu bara yang akan menurun pada tahun depan.
Berdasarkan data dari Refinitiv pada pekan ini, harga batu bara Newcastle untuk kontrak November 2023 ambruk 7,09% secara point-to-point (ptp), berbalik arah setelah menguat tiga pekan beruntun.
Sedangkan pada perdagangan Jumat (15/12/2023) akhir pekan ini, harga batu bara merosot 0,87% menjadi US$ 142,75 per ton.
Salah satu penyebab merananya lagi harga batu bara dunia yakni melemahnya harga gas Eropa yang juga mengalami koreksi. MengutipReuters,tertahannya harga si pasir hitam disebabkan pasokan gas Eropa tetap kuat di tengah kepastian aliran pipa dari Norwegia dan tambahan kedatangan kapal tanker gas alam cair (LNG) yang stabil di Eropa.
Dari sisi permintaan, suhu di barat laut Eropa diperkirakan belum menunjukkan level musim dingin yang signifikan atau masih mendekati level normal untuk bulan Desember, data LSEG menunjukkan.
Selain itu, persediaan penyimpanan gas tetap kuat yaitu 90,1% penuh, menurut data terbaru dari Gas Infrastructure Europe. Sebagai catatan, gas merupakan substitusi batu bara dan sumber energi pilihan Eropa.
Penurunan harga gas menyebabkan beralihnya pembeli batu bara, sehingga turut menyebabkan adanya koreksi. Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) berbalik arah setelah terkoreksi, melesat 3,3% ke 34,62 euro per MWh.
Selain itu, harga batu bara mengalami penurunan lebih lanjut di tengah melimpahnya pasokan dan lemahnya permintaan dari China sebagai konsumen batu bara terbesar dunia.
Beralih ke Asia, China terpantau memiliki pasokan yang cukup besar. Semakin tingginya pasokan, memungkinkan China untuk membatasi tingkat impornya. Selain pasokan yang tinggi, permintaan China diperkirakan masih akan lesu pada beberapa pekan ini.
Tiongkok diperkirakan akan mengimpor 24,82 juta ton batu bara termal pada Desember, turun dari 29,38 juta dibanding November (month to month/mtm). Di sisi lain, impor China masih meningkat dibanding Desember 2022 (year on year/yoy) sebesar 23,91 juta ton.
Demikian pula dengan India, S&P Global Commodity Insights memperkirakan pengguna sumber energi kotor terbesar ke-2 ini akan menahan permintaan karena persediaan yang sehat.
India diperkirakan mengimpor 14,54 juta ton batubara termal pada Desember, turun dari 17,42 juta dibanding November dan 18,87 juta pada bulan Oktober.
Tiongkok dan India lebih menyukai batubara berenergi rendah yang berasal dari Indonesia sebagai eksportir batubara termal terbesar di dunia dan juga mendiversifikasi batu bara kualitas tinggi dari negara pengirim terbesar kedua, Australia.
Bahkan pada tahun depan, konsumsi batu bara dunia diperkirakan mulai menurun. Hal ini disampaikan Badan Energi Internasional (IEA), Jumat lalu.
Data IEA menunjukan konsumsi bahan bakar fosil kotor itu meningkat sebesar 1,4% pada tahun 2023 mencapai rekor 8,5 miliar ton. Ini disebabkan peningkatan konsumsi di China, India, dan Indonesia mengalahkan penurunan tajam permintaan di Eropa dan Amerika Serikat (AS).
“Kami memperkirakan akan terjadi tren penurunan permintaan batu bara di seluruh dunia, mulai tahun 2024,” kata lembaga yang berbasis di Paris tersebut dikutipAFP,seiring dengan terus berkembangnya pembangkit listrik terbarukan dari tenaga surya dan angin.
Menurut IEA, konsumsi di China sendiri tumbuh sebesar 220 juta ton atau 4,9% pada tahun 2023. Konsumsi di India tumbuh 8% dan di Indonesia naik sebesar 11%.
Di Eropa, konsumsi turun 23% atau sebesar 107 juta ton. Sementara di Amerika Serikat (AS) turun 95 juta ton atau sebesar 21%.
“Ini sebagian besar disebabkan oleh melemahnya aktivitas industri dan peralihan dari pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) ke energi terbarukan,” muat data itu.
Sebenarnya data Rusia juga penting. NamunIEA mengatakan sulit memperkirakan permintaan di Rusia, yang saat ini merupakan konsumen batu bara terbesar keempat, karena konflik yang sedang berlangsung di Ukraina.
Perkiraan terbaru IEA muncul setelah hampir 200 negara pada perundingan iklim PBB COP28 mengadopsi kesepakatan yang menyatakan bahwa dunia akan “beralih dari bahan bakar fosil” untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050 dan membatasi pemanasan global.
Batu bara adalah sumber emisi CO2 terkait energi terbesar yang bertanggung jawab bersama dengan gas rumah kaca lainnya terhadap pemanasan global.
Para ilmuwan mengatakan bumi telah memanas sebesar 1,2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. Mereka memperkirakan tahun 2023 akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah seiring dengan meluasnya badai, kekeringan, dan kebakaran hutan yang mematikan di seluruh dunia. https://katasungokong.com/